Friday 30 October 2020

kadar Bercanda

Candaan, pada satu titik, adalah hal yang jauh lebih rumit ketimbang keseriusan. Kita mungkin sudah berkali-kali menyaksikan betapa sepasang sahabat yang sangat dekat bisa mendadak menjadi musuh yang siap untuk saling tikam hanya karena sebuah candaan. 

Saya sendiri pernah mengalaminya. Saya pernah mencandai kawan dekat saya, kawan yang benar-benar dekat. Dan ia marah. Aneka serapah ia lontarkan pada saya akibat candaan yang di mata saya tampak biasa saja itu. 

Butuh waktu tiga hari bagi saya untuk memohon agar ia memaafkan saya. 

Pada titik yang lain, saya pernah menampar di depan umum seorang tetangga saya yang jauh lebih tua dari saya gara-gara saya muntab saat ia melontarkan guyonan yang tak pantas tentang ayah saya. Tamparan saya bikin dia malu, imbasnya, ia ikut muntab dan menampar saya balik. Dia kemudian mengancam akan membacok saya. 

“Mau aku bacok pakai apa kamu? Sabit? Golok?”

Hubungan kami kemudian renggang. Tentu saja. Kami baru berdamai sekitar lima tahun setelahnya.

Candaan, selalu punya batas penerimaan yang berbeda-beda. Dan menjadi tugas kita untuk selalu peka dan tidak goblok-goblok amat dalam memperkirakan batas-batas itu. Untuk menentukan sejauh mana jarak yang bisa kita lewati agar kita tak melanggar batas itu. 

“Aku cuma bercanda, kok.”

Mungkin itu terdengar sepele bagi kita, namun bagi orang lain, ia bisa jadi merupakan sesuatu yang paling sentimentil. 

Ketika kita melontarkan sebuah candaan, ia akan menguap begitu saja setelah beberapa menit. Kita bahkan bisa dengan entengnya melupakan candaan yang baru saja kita lontarkan. Namun bagi orang lain, candaan yang sudah kadung keluar itu bisa saja menjadi momok yang terus menghantuinya seumur hidup karena ia menyentuh perkara harga dirinya. 

Dalam kondisi demikian, terasa sekali apa yang pernah dikatakan oleh praktisi dan ahli humor Indonesia, Arwah Setiawan. 

“Humor itu perkara yang sangat serius,” begitu kata lelaki yang pada akhirnya jadi arwah betulan pada tahun 1995 itu.  

Ditulis oleh "Agus Mulyadi"

Thursday 8 October 2020

Kepingin Tau Apa Itu OMNI BUS LAW

Oleh : Dahlan Iskan

Saya berdoa keras. Agar program Omnibus Law sukses. Agar Presiden Jokowi tidak hanya dikenang di bidang jalan tol --yang memang hebat itu.

Itulah konsolidasi terbesar di saat sulit melakukan ekspansi ekonomi. Yang memang lagi sulit.

Kata kuncinya: di saat tidak bisa melakukan ekspansi, lakukanlah konsolidasi.

Omnibus Law adalah konsolidasi besar-besaran.

Saya tahu program Omnibus Law itu berat sekali. Bahkan berani memulainya saja sudah hebat. Apalagi bisa melakukannya --dan siapa tahu sukses.

"Bus Omni" memang mengagetkan. Saat itu. Tahun 1820. Saat pertama kali dipakai di Paris. Kok ada kendaraan yang bisa dipakai mengangkut orang begitu banyak --pun dengan berbagai jenis barang milik penumpang. Apa saja bisa masuk. Semua bisa dimuat.

Paris pula yang pertama kali menggunakan istilah Omnibus. Bus jenis Omni.

Tapi baru menjadi istilah generik ketika dipakai di Amerika Latin. Di sana segala sesuatu yang bisa dimasuki apa saja disebut Omnibus.

Seorang yang sangat rakus makan disebut punya perut Omnibus.

Bus Omni lantas sangat populer. Itulah kendaraan besar "pengangkut berbagai jenis" keperluan.

Omnibus pun dipakai sebagai istilah generik. Apa pun yang bisa dipakai ramai-ramai disebut Omnibus.

Pun di bidang hukum.

Omnibus Law adalah satu paket hukum yang isinya berbagai jenis hukum.

Atau, satu UU yang di dalamnya melingkupi banyak UU terkait.

Maka UU seperti itu disebut Omnibus Law.

Misalnya UU Investasi. Yang, katakanlah, isinya sudah sangat bagus. Tapi bisa jadi UU Investasi itu sulit mencapai tujuan: meningkatkan modal masuk ke Indonesia.

Bisa saja investasi terhambat oleh UU yang lain. Misalnya UU Otonomi Daerah, UU Ketenagakerjaan, UU Lingkungan Hidup/Amdal, UU Bangunan/IMB. Dan banyak lagi.

Mengubah salah satu UU itu saja tidak menyelesaikan masalah. Bahkan bisa saja isinya bertabrakan lagi dengan UU lain.

Repotnya sama. Hasilnya tidak tuntas.

Maka dilakukanlah paket Omnibus Law. Semua UU yang terkait akan dijadikan satu. Akan diangkut dalam satu bus besar Omni: Omnibus Law.

Betapa besar pekerjaan itu. Betapa mendasarnya. Belum pernah yang seperti ini bisa dilakukan presiden siapa pun.

Di Amerika sudah lama pemerintah mengajukan paket RUU Omnibus Law: menyempurnakan banyak UU dalam satu payung.

Misalnya saat Amerika kesulitan mengatasi meningkatnya kriminalitas.

Saya bisa membayangkan betapa rumitnya pengajuan satu RUU Omnibus Law. Terutama menyusun RUU-nya.

Misalnya satu Omnibus Law itu akan diberi nama 'Cipta Lapangan Kerja'. Lebih dari 7 UU berada dalam satu bus itu. Total berisi lebih dari 1. 000 pasal.

Apalagi, saya dengar, pemerintah sekarang ini tidak hanya mengerjakan satu bus Omni.

Saya dengar pemerintah sedang menyiapkan pemberangkatan sekaligus 11 bus Omni.

Tiap bus akan ada namanya sendiri. Masing-masing bus mengangkut banyak UU terkait.

Dramatik.

Masing-masing bus punya sopir sendiri-sendiri --para Menko. Punya kernetnya sendiri --para menteri terkait. Punya ahli-ahli tekniknya sendiri --para Dirjen.

Juragan bus Omni tinggal memberi komando: kapan bus harus berangkat ke terminal.

Apakah harus berangkat satu persatu atau ke terminal ramai-ramai --konvoi 11 bus.

Kabarnya sang juragan bus, Presiden Jokowi, tegas: bus itu sudah harus tiba di terminal bulan depan.

Betapa banyak pekerjaan di kandang bus masing-masing sekarang ini. Betapa rumitnya menyingkronkan 1.000 pasal. Bisa jadi mereka tidak punya kesempatan libur akhir tahun. Apalagi jenis penumpang bus itu begitu beragam. Punya keinginan sendiri-sendiri. Ada yang ingin bawa kopi. Ada juga yang ingin bawa rendang. Bahkan ada yang tidak ingin berangkat --dengan alasan masuk angin.

Semua penumpang adalah jenis UU yang rewel-rewel.

Saya menunggu dengan berdebar: bus apa yang akan duluan berangkat ke terminal. Saya ingin memberikan handuk putih kepada Menko-nya. Untuk lap keringatnya yang berlelehan. Agar selamat sampai ke terminal.

Terminalnya ada di Senayan --di gedung yang atapnya seperti pantat wanita cantik sedang telungkup itu: DPR.

Masuk terminalnya mudah. Tinggal bayar karcis retribusi masuk terminal.

Tapi kita belum tahu: diapakan bus Omni itu di dalam terminal.

Saya juga tidak tahu apakah banyak preman di terminal itu.

Apakah preman-preman itu punya bos masing-masing: preman besar.

Misalnya preman khusus yang tugasnya mencopet penumpang. Yang menyedot bensin. Yang memalak sopir. Dan seterusnya.

Atau terminal itu sekarang sudah bersih dari preman. Sehingga bus Omni yang masuk ke situ segera diizinkan berangkat mengantar penumpang sesuai tujuan.

Koalisi besar di Senayan ternyata diperlukan. Agar ban bus Omni tidak digembosi di situ.

Bulan depan terminal itu akan sibuk sekali. Bayangkan: membahas satu UU saja ruwet. Apalagi ini akan membahas UU induk yang di dalamnya banyak UU bidang masing-masing.

Apalagi kalau 11 Omnibus Law benar-benar tiba di terminal dalam waktu berdekatan.

Periode kedua kepresidenan Jokowi ternyata benar-benar untuk membenahi hukum.

Dan membangun terminal.

(Dahlan Iskan)

https://www.disway.id/r/767/terminal-omni

Tuesday 6 October 2020

Mengapa UU Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Merugikan Pekerja?


Pierre Suteki

9 TANGGAPAN ATAS ARTIKEL BERJUDUL:

"MELURUSKAN 12 HOAX OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA"

Sebenarnya ada 12 ISSUE PENYANGKALAN artikel yang mengatakan bahwa 12 issue tersebut dikatakan HOAX. Melalui artikel ini saya akan memberikan 9 KOMENTAR yang saya anggap penting agar publik juga membaca memperoleh informasi tentang UU OL CK secara adil. 

========================
"MELURUSKAN 12 HOAX OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA"

Di masyarakat, beredar 12 alasan buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dua belas poin tersebut ternyata tidak benar. Berikut ini kita kupas satu persatu beserta pasal dan fakta yang sebenarnya agar semua jelas!

1. Benarkah Uang pesangon akan dihilangkan?

Faktanya : Uang pesangon tetap ada

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 156
Ayat 1 UU 13 Tahun 2003:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan
kerja, pengusaha wajib membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa
kerja.

KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, pesangon yang mana saja?
Ada beberapa pesangon yang dihapuskan oleh UUOL CK, yaitu:

(1) Menghapuskan uang pesangon bagi 
pekerja/buruh yang di PHK karena surat 
peringatan. Padahal dalam UU 
Ketenagakerjaan pasal 161 menyebutkan 
pekerja/buruh yang di PHK karena mendapat 
surat peringatan memiliki hak mendapatkan 
pesangon.

(2) Menghapuskan uang pesangon bagi 
pekerja/buruh yang di PHK karena 
peleburan, pergantian status kepemilikan 
perusahaan. Pekerja/buruh yang di PHK 
karena pergantian status kepemilikan 
perusahaan tidak akan diberi pesangon lagi 
oleh perusahaan awal, sebab hal ini sudah 
dihapus dalam UU OL Cipta Kerja.

(3) Menghapuskan uang pesangon bagi 
pekerja/buruh yang di PHK karena 
perusahaan merugi 2 tahun dan pailit. 
Pemerintah telah menghapus UU 
Ketenagakerjaan pasal 164 dan 165 di dalam 
Cipta Kerja. Jadi nantinya pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan mengalami kerugian dan pailit tidak mendapatkan pesangon.

(4) Menghapuskan uang santunan berupa 
pesangon bagi ahli waris atau keluarga 
apabila pekerja/buruh meninggal. Cipta Kerja juga telah menghapus 
pemberian uang santunan berupa pesangon, 
hak uang penghargaan masa kerja dan uang 
penggantian hak bagi ahli waris yang 
ditinggalkan.

(4) Menghapuskan uang pesangon bagi 
pekerja/buruh yang di PHK karena akan 
memasuki usia pensiun. Pemerintah telah 
menghapus Pasal 167 UUK yang isinya 
mengatur pesangon bagi pekerja/buruh yang 
di PHK karena memasuki usia pensiun.

2. Benarkah UMP, UMK, UMSP dihapus?

Faktanya: Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Gubernur menetapkan upah
minimum sebagai jaring pengaman.
(Ayat 2) Upah minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

KOMENTAR SUTEKI:

Persoalannya, tidak cukup ditentukan hanya dengan UMR Provinsi.

UU OL CK ternyata:
Meniadakan upah minimum sektoral 
kabupaten/kota (UMK), upah minimum 
sektoral kabupaten/kota (UMSK), sehingga 
penentuan upah hanya berdasarkan Upah 
Minimum Provinsi (UMP).

3. Benarkah Upah buruh dihitung per jam?

Faktanya: Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU
13 Tahun 2003: 
Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.

KOMENTAR SUTEKI:

Persoalannya, di UUK tidak diatur tentang perhitungan upah kerja berdasar satuan waktu dan satuan hasil. 

UU OL CK mengatur Adanya upah satuan hasil dan waktu.

Upah satuan hasil adalah upah yang 
ditetapkan berdasarkan satu waktu seperti 
harian, mingguan atau bulanan. Sementara upah satuan hasil adalah upah yang 
ditetapkan berdasarkan hasil dari pekerjaan 
yang telah disepakati.

Potensi upah per jam (berdasarkan satuan waktu), juga terlihat dari revisi Pasal 92 yang dalam Ayat (2) menjadi seperti ini:

Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu. Meskipun di dalam Cipta Kerja tidak secara tegas dikatakan upah per jam, namun perangkat hukum yang kelak akan digunakan sebagai upah per jam boleh jadi sudah disiapkan. Jika ini diberlakukan, buruh akan benar-benar cilaka karena take home pay nya bisa jauh dari UMR.

4. Benarkah Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi?

Faktanya: Hak cuti tetap ada.

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(Ayat 3) Cuti yang wajib diberikan kepada
pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling
sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus.
(Ayat 5) Selain waktu istirahat dan cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat di atas,
perusahaan dapat memberikan cuti panjang
yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.

KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, banyak hak cuti buruh yang ditiadakan. 

(1) UU Cipta Kerja ini menyerahkan 
regulasi terkait hak cuti panjang kepada
perusahaan.

(2) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak 
cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/ buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus dan menyerahkan aturan itu kepada perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati.

(3) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan 
hak cuti haid bagi perempuan. RUU Cipta 
Kerja tidak menuliskan hak cuti haid di hari 
pertama dan kedua masa menstruasi yang 
sebelumnya diatur dalam UUK.

(4) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan 
pembahasan, perubahan atau status 
penghapusan pasal tentang Cuti hamil dan melahirkan (Pasal 82 UUK), Hak menyusui (Pasal 83 UUK), cuti menjalankan perintah wajib agama (Pasal 80 UUK).

5. Benarkah Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup?

Faktanya: Outsourcing ke perusahaan alih daya tetap dimungkinan. Pekerja menjadi karyawan dari perusahaan alih daya.

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Hubungan kerja antara perusahaan alih daya
dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya
didasarkan pada perjanjian kerja waktu
tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.

KOMENTAR SUTEKI:

Persoalannya adalah ketika tidak ada batas waktu berapa lama seorang pekerja menjadi pegawai alih daya. 

(1) Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja 
Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja 
itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu 
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 
tahun.

UU OL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

(2) Aturan UUK penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok.

UU Cipta Kerja akan membuka kemungkinan bagi lembaga outsourcing untuk mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu. Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas.

6. Benarkah tidak akan ada status karyawan tetap?

Faktanya: Status karyawan tetap masih ada

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU
13 Tahun 2003:
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

KOMENTAR SUTEKI: 

Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja 
Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja 
itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu 
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 
tahun.

UU OL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

7. Apakah Perusahaan bisa memPHK kapanpun secara sepihak?

Faktanya: Perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 90
Tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pemutusan hubungan kerja
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
(Ayat 2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan
kerja dilakukan melalui prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

KOMENTAR SUTEKI:

Persoalannya adalah, selain 9 alasan PHK, di UUOL CK ada tambahan alasan perusahaan mem-PHK buruh.

(1) Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada 9 
alasan perusahaan boleh melakukan PHK 
seperti:

1. Perusahaan bangkrut
2. Perusahaan tutup karena merugi
3. Perubahan status perusahaan
4. Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja
5. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
6. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
7. Pekerja/buruh mengundurkan diri
8. Pekerja/buruh meninggal dunia
9. Pekerja/buruh mangkir

UU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi 
alasan perusahaan boleh melakukan PHK, 
di antaranya meliputi:

1. Perusahaan melakukan efisiensi.
2. Perusahaan melakukan penggabungan, 
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan 
perusahaan.
3. Perusahaan dalam keadaan penundaan 
kewajiban pembayaran utang
4. Perusahaan melakukan perbuatan yang 
merugikan pekerja/buruh
5. Pekerja/buruh mengalami sakit 
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan 
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.

Memang benar, Pasal 56 Ayat (3), Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengatur jika jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Namun, Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja.

Ketentuan tentang perjanjian kerja PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan dilakukan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan dapat 
menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

8. Benarkah Jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?

Faktanya: Jaminan sosial tetap ada.

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU
40 Tahun 2004:
Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun;
e. jaminan kematian;
f. jaminan kehilangan pekerjaan.

KOMENTAR SUTEKI:

Pasal 167 ayat (5) UUK menyatakan: 
Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

UU OL CK menghapus sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun.

UU OL CK menghapus Pasal 184 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan "Barang 
siapa melanggar ketentuan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), 
dikenakan sanksi pidana penjara paling 
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 
(lima) tahun dan atau denda paling sedikit 
Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan 
paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus 
juta rupiah)"

Jadi, ada hak pekerja yg hilang, yakni jaminan pensiun. Apakah itu dianggap tidak berarti bagi pekerja?

9. Benarkah Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian?

Faktanya: Status karyawan tetap masih ada

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu
atau untuk waktu tidak tertentu.

KOMENTAR SUTEKI:

Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja 
Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja 
itu maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu 
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 
tahun.

UUOL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup. Memang betul akan tetap ada pegawai tetap, tetapi pegawai baru lainnya akan sulit menjadi pegawai tetap perusahaan jika tidak ada pembatasan waktu menjadi pegawai kontrak.

10. Benarkah Tenaga kerja asing bebas masuk?

Faktanya: Tenaga kerja asing tidak bebas masuk, harus memenuhi syarat dan peraturan.

BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 42 Ayat
1UU 13 Tahun 2003:
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki
pengesahan rencana penggunaan tenaga
kerja asing dari Pemerintah Pusat.

KOMENTAR SUTEKI:

(1) Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan:
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan 
tenaga kerja asing wajib memiliki izin 
tertulis dari Menteri atau pejabat yang 
ditunjuk. 

Ketentuan ini diperlunak dalam RUU Cipta Kerja, izin tertulis TKA diganti dengan pengesahan rencana penggunaan TKA. 

(2) Pasal 43 ayat 1 UUK berbunyi Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus 
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja 
asing yang disahkan oleh Menteri atau 
pejabat yang ditunjuk.

Pasal 43 mengenai rencana penggunaan 
TKA dari pemberi kerja sebagai syarat 
mendapat izin kerja dimana dalam RUU 
Cipta kerja, informasi terkait periode 
penugasan ekspatriat, penunjukan tenaga 
kerja menjadi warga negara Indonesia 
sebagai mitra kerja ekspatriat dalam rencana 
penugasan ekspatriat dihapuskan

(2) Pasal 44 ayat 1 UUK menegaskan bahwa Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.

Oleh UU OL CK Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi TKA dihapus.

Apakah hal ini tidak berarti ada indikasi bahwa TKA lebih leluasa dan bebas masuk?

=====================

Tabik...!!!
Semarang, 6 Oktober 2020