Monday 4 July 2022

Act, Majalah Tempo

Majalah Tempo sukses jatuhkan sebagian besar kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap ACT. Di sampul majalah edisi 2 Juli, Gambar dibuat Lengkap dengan penggambaran: bagaimana pendiri dan pengelolanya dituduh memakai donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi. 

Redaksi Tempo memulai narasinya dengan menuding: krisis keuangan menimpa ACT di tahun 2019-2020. Dituding lagi, krisis keuangan, salah satunya disebabkan: dana umat diselewengkan untuk keperluan pribadi para petinggi ACT. 

Sudah saya buktikan ditulisan saya sebelumnya, lengkap dengan bukti lampiran laporan keuangan terkait arus kas, liabilitas, aset neto dan surplus pengelolaan dana. Bahwa sama sekali tidak ada indikasi krisis keuangan pengelolaan dana umat oleh ACT di tahun 2019-2020 

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1215216082622484&id=100024023107120

Lalu dasar tempo menyebut krisis keuangan ACT 2019-2020, sumber datanya dari mana ? 

Berikutnya, terkait Dasar utama tudingan narasi Tempo tentang dana umat yang diselewengkan petingginya. Tudingan ini dibuat berdasarkan pengakuan mantan petinggi ACT, Ahiyudin yg didepak pada januari lalu. 

Ahiyudin dituding, menyelewengkan uang Rp 11 milyar untuk dana pesantren peradaban di kampung halamannya !!! 

Catatn pentingnya, pengakuan Ahiyudin ini dalam konotasi "dia dituding pihak tertentu". Dimana tudingan tersebut menjadi alasan utama, dirinya mundur sebagai petinggi ACT. Dimana tudingan ini belum dibuktikan secara hukum.

Kalau pengakuan berbasis tudingan ini, dijadikan dasar utama Tempo menuding telah terjadi penyelewengan dana umat, maka: tudingan Tempo itu lemah. Bahasa lainnya, Tempo menuding dengan menggunakan tudingan. Bukan pembuktian data atau hukum. 

Artinya, untuk poin pertama. Tudingan tempo bahwa terjadi krisis keuangan ACT akibat dana umat diselewengkan untuk kepentingan pribadi, hanyalah tuduhan. Tidak punya dasar laporan resmi, data, Tidak punya dasar fakta. 

Namun, narasi Tempo ini bisa jadi pertimbangan baik serta pemukul saraf sadar pihak terkait melakukan audit investigasi khusus. Bukan apa-apa, agar ACT tetap amanah dalam mengelola dana umat. Bila perlu dikumpulkan alat buktinya lalu dilanjutkan  kerana hukum. 

Menariknya lagi, muncul pula info yang katanya dari mantan petinggi yang menyebut Ahyudin, Dewan Pembina ACT bergaji 250 juta per bulan. Tuduhan lain, di daerah terjadi penggelapan dalam program Lumbung Ternak Wakaf, dll. 

Sampai di sini, Tempo berhasil menerapkan kaidah jurnalisme: "kontroversi untuk raih perhatian". Hasilnya ACT disorot tajam kalangan luas. Digempur habis-habisan. Muncul berbagai persepsi miring. Kurang dari 24 jam, Tempo berhasil giring opini masyarakat. Ramai buat tagar: "tidak percaya ACT". 

Tempo sukses menggerogoti jantung kepercayaan publik. Substansinya sangat tepat. Dugaan penyelewengan dana itu tuduhan sensitif dan serius. Menjadi alat ukur utama kepercayaan masyarakat. Dimana kepercayaan masyarakat adalah jantung kehidupan lembaga kemanusiaan semisal ACT.  

Saya tidak akan menyalahkan narasi Tempo. Karena sudah menuding dengan menggunakan tudingan atau tanpa pembuktian. Sebaliknya, saya menyarankan kepada pucuk pimpinan ACT yang baru untuk klarifikasi dan berkata jujur kepada masyaraat demi meluruskan semua tuduhan Tempo yg tidak berdasar. 

Berikutnya, soal isu gaji dan fasilitas mewah. Paling tinggi, mendapat gaji sebesar 250 juta per bulan. Meskipun hal ini memunculkan perdebatan soal wajar tidak wajar. Gaji segitu layak-layak saja. Pekerja sosial juga layak mendapatkan gaji yang tidak hanya layak tapi juga besar. Tetapi, besarnya besaran gaji itu, juga harus menenuhi unsur kepantasan secara moral, akuntansi dan beban kerja. Dan ini urusan internal lembaga kemanusiaan (ACT). Sangat tidak pantas disinggung  pihak lain dengan nada negatif yg arahnya adalah penyelewengan atau korupsi seperti yg dilakukan Tempo. 

Boleh saja mencampuri dalam konotasi menjalankan fungsi kritik sebagai media, kalau punya bukti. Kalau tidak punya bukti, jangan menggiring. Jadinya fitnah !!! 

Tapi dalam situasi seperti saat ini, saya menyarankan kepada yayasan ACT, lebih baik untuk jelaskan dasar pertimbangan secara moril, akuntansi dan beban kerja atas penentuan gaji sebesar itu, terutama yg Rp 250 juta !!! 

Pada akhirnya, setelah narasi tuduhan majalah Tempo, kepercayaan publik terhadap ACT tidak akan sama lagi. Saran saya, meskipun digempur, jangan mundur. Karena ada 8.1 juta masyarakat terdampak konflik, kelaparan, homeless, bencana di 440 kota dan 46 negara dunia yg tiap harinya bergantung kepada jasa ACT mengantarkan donasi umat ke mereka. 

Sekali luntur kepercayaan masyarakat dan ACT berhenti, maka banyak penerima manfaat akan kehilangan sandaran, terutama di negara konflik, misalnya Timteng yg berada pada tingkat rentan ekstrim. 

Maka, kasus ini menjadi pelajaran sekaligis jalan bagi ACT untuk terus memperbaiki diri, menguatkan pegangan amanah. Karena dalam beberapa hal kinerja ACT memang harus diperbaiki, terutama terkait penertiban unit-unit usaha sampingan yg modalnya juga diambil dari dana umat. Ini akan dibahas dilain tulisan. 

Saran saya untuk Tempo dan media lainnya. Fungsi kontrol sosial, harus dijalankan se-tajam dan se-kritik mungkin. Tapi, bagaimanapun agenda politik media dan agenda politik ekonomi media jangan berdiri tegak diatas tuduhan-tuduhan tidak berdasar. 

Media memang perlu hidup secara politik dan ekonomi. Tapi bukan dengan jalan menginfeksi pikiran masyarakat untuk menelan mentah-mentah informasi yang tendensius, tidak punya data serta belum memenuhi syarat jusranilistik yg merugikan pihak lain. 

Terkahir, kepada masyarakat, awas jebakan propaganda media. Perlu hati-hati mencerna informasi dan data di setiap narasi media. Saya sepakat, dalam hal ini, ACT telah menjadi masalah. Meskipun masalah yang dituding ke ACT hanya bermodalkan tudingan. 

Bagi rakyat, Mempersoalkan ACT sesuai dengan tudingan Tempo, silahkan saja. Bahkan itu langkah positif untuk mendorong pembenahan ACT ke arah yg lebih baik lagi. 

Pada akhirnya, kolaborasi rakyat, media dan Klarifikasi ACT menjadi penentu:  bagaimana mengakhiri krisis kepercayaan terhadap ACT ? 

Pimpinan baru ACT, silahkan undang media, libatkan rakyat, lalu klarifikasi informasi sebenarnya sesuai pembuktian yang benar dan apa adanya. 

Kalau memang terpenuhi unsur pidana, silahkan penegak hukum, ambil bagian, seret semua pihak yg menyelwengkan dana umat, sebagaimana yg dituding narasi Tempo ke meja hijau !!!

Wednesday 10 February 2021

🥄🍲 HUKUM MAKAN PAKAI SENDOK 🥄🍲

Jika memerlukan sendok seperti makanan berkuah maka jelas dia gunakan sendok. Pembahasan ini dalam konteks apabila makanannya tidak memerlukan untuk menggunakan sendok, maka mana yang lebih baik, pakai sendok atau tidak?
 
Menjelaskan masalah ini, 

▪️ Al-Allamah al-Utsaimin rahimahullah berkata, 

أنه ينبغي الأكل باليد وهو خير من الأكل بالملعقة؛ لقوله : «فلا يَمسح يَدَهُ »، مما يدل على أن الذي الآلة التي باشرت الأكل هي اليد، فلا شك أن الأكل باليد أفضل من الأكل بالملعقة.

"Sepantasnya makan dengan tangan langsung. Dan yang demikian lebih baik daripada makan menggunakan sendok. 

• Berdasarkan sabda nabi ﷺ [ di atas ],

فلا يَمسح يَدَهُ

"... janganlah dulu dia bersihkan tangannya hingga.."

Yang menunjukkan bahwa alat yang digunakan untuk memegang langsung makanan ialah tangan. 

Tidak diragukan bahwa makan dengan tangan langsung lebih utama daripada makan dengan sendok." (Fath Dzil Jalali wal Ikram, XV/43)

▪️ Beliau menambahkan, 

أما إذا كان لعذر، فلا شك في جوازه، كما لو كان في يده اليمنى جروح، ما يستطيع أن يأكل بها وأكل بالملعقة فلا بأس، أو كان الطعام حارًا يلسع يده فأكل بالملعقة فلا بأس.

"Sedangkan bila ada udzur maka jelas hukumnya boleh. Seperti jika;
- di tangan kanannya terdapat luka sehingga tidak mampu makan langsung dengannya lalu dia pun makan menggunakan sendok, ini tidak masalah. 
- Atau jika makanan itu panas sehingga dapat membuat sakit tangannya maka tidak masalah makan dengan sendok." (Fath Dzil Jalali wal Ikram, XV/43)

Thursday 21 January 2021

Reformasi Polisi

*Reformasi Polisi

Kalau mereka mau dengerin, terus mau dilaksanakan, mudah saja mereformasi polisi itu.

1. Sudah saatnya tinggalkan razia2 di jalanan. Buat apa? Itu tidak efektif. Ganti total dgn e-tilang. Pasang CCTV di setiap jengkal jalan raya. Butuh investasi memang, tapi percayalah, itu worth it sekali. Kita bisa mengubah tabiat pengguna kendaraan bermotor, saat setiap jengkal jalan diamati. Besok2, kirim jutaan surat tilang ke mereka. Tidak bayar e-tilang. STNK mereka bekukan. Sekali pengendara tahu setiap jalan diawasi, waah, mereka akan kapok. Berubah. Bukan kayak selama ini, razia, mereka melipir.

2. Mulailah pakai e-lapor. Apapun laporan di polres, polsek, polda, bahkan pos polisi di jalan, masuk sistem. Di situ bisa dilihat, sudah berapa lama itu kasus diproses. Ngirim barang saja bisa dilacak sdh sampai mana, masa' laporan penegakan hukum ribet. Maka, laporan rakyat yg kehilangan sapi, motor, HP, dompet, juga laporan ttg kejahatan, dll, semua bisa dilihat rakyat Indonesia. Ada target penyelesaian, siapa yang menangani, dll, lengkap. Jika tidak selesai, kelihatan semua. Kapolri bisa lihat. Aparat polisi yg tdk becus, terima nasib naik pangkat lama. Aparat polisi yang berprestasi, kasih reward, naik pangkat cepat, dll.

3. Sudah saatnya polisi itu terbuka lebar soal REKENING GENDUT. Mulai dari jenderal sampai bawah, minta mereka mengisi daftar rekening, harta benda, kekayaan. Termasuk rekening anak, istri. Lebay? Tidak. Itu mendesak sekali. WAJIB isi, lapor semua. Bagaimana polisi itu akan jadi penegak hukum yang jujur dan adil kalau rekening keluarganya saja nggak bisa dijelaskan asal uangnya? Pangkat masih rendah-menengah eh punya harta belasan milyar. Lah, kalau kamu memang jago bisnis, yg hasilnya 100x dari gaji polisi, ngapain kamu tetap jadi polisi? Mending fokus ngurus bisnis. Kecuali bisnismu ini memang tergantung dgn seragam kamu. Aparat yang menolak lapor, berhentikan. Aparat yang bohong, menutup2i data, periksa segera. Ajak kerjasama dgn PPATK, KPK, dll. Menelusuri teroris saja mudah, apalagi rekening aparat dan keluarganya yg mencurigakan.

4. Juga pasang semua CCTV di kantor polisi. Biar apapun yang terjadi di sana, ada rekamannya. Karena duuh, cincai2 urusan itu malah terjadi di kantor polisi. 

5. SIM/STNK itu serahkan ke lembaga pemerintah lain atau perusahaan independen saja bikinnya. Ngapain sih polisi yg ngeluarin SIM? Kalian pernah ke LN? Pernah ngurus VISA? Bahkan VISA saja sudah pakai perusahaan swasta. Dengan pihak ketiga, proses bikin SIM itu bisa lebih profesional. Dan juga tidak jadi ladang korupsi besar2an. Di LN juga, SIM itu tidak dikeluarkan polisi, tapi DMV, dll. Bisa pemda/pemkot. Polisi bertugas menentukan standar lolos SIM, menegakkan peraturan di jalanan, dll. Bukan tukang bikin SIM. Polisi itu juga bukan lembaga yg mencari revenue (pajak). Itu tugas lembaga lain. Tugas polisi sudah jelas sekali, tdk usah ngurus2 uang.

Nah, lakukan 5 hal ini, Kepolisian Indonesia itu bisa berubah sekali. Terutama poin 3 diberesin. Rekening gendut. Wah, sekali kita bisa menyingkirkan polisi2 yg punya harta benda melimpah tapi mbuh darimana asalnya, maka kepolisian itu bisa reformasi total. 

Kalian mau tidak polisi ini berubah, diperbaiki? TERMASUK KALIAN PAK POLISI, BU POLISI, kalian mau tidak berubah? Ayolah, jangan tutup mata dengan 'rekening gendut', diantara kalian sendiri, bukankah juga tahu soal itu? Maka, mau berubah tidak? Mau jadi polisi yang dicintai rakyat, dan kalian mencintai rakyat? 

Sungguh, tidak ada yang menjamin perubahan itu mudah. Tapi kalau kamu memang niat2 mau benar2 berubah, banyak yang akan membantumu. Kalian adalah penegak hukum, pengabdian kalian ke kebenaran dan keadilan. Bukan ke atasan, apalagi ke rekening tabungan.

*Tere Liye, penulis novel 'Negeri Para Bedebah"