Sunday, 4 June 2017

Ramadhan Bulan Menjinakkan Nafsu



Dikisahkan ketika Allah menciptakan roh dan kemudian ditanya siapa Aku dan siapa kamu ? Roh itu menkawab "Anta Rabbi wa ana 'abdi" (Engkau Tuhanku dan aku hambaMu), hal ini berbeda ketika Allah menciptakan nafsu selanjutnya ditanya "Siapa Aku dan siapa engkau?".... dg angkuhnya nafsu itu menjawab "ana ana anta anta"( saya ya saya kamu ya kamu ), kemudian nafsu disiksa dibakar, tetapi tetap tak berubah, selanjutnya nafsu dipenjaran tidak diberi makan dan minum dalam waktu yang lama, baru setelah itu nafsu insaf dan menyatakan "Anta Rabbi ana 'abdi"(Engkau Tuhanku dan aku hambaMu)

Kisah diatas memberi pengajaran bahwa puasa mempunyai pengaruh yang besar untuk menundukkan nafsu.
Mengapa nafsu harus ditundukkan ? Karena menurut alquran nafsu itu menyeret pada keburukan, jangan sampai nafsu mendominasi pikiran,sikap dan langkah kita dan jangan dibiarkan nafsu menguasai potensi dan energi spiritual kita. Sebab nafsu itu mengubah kearah yang lebih buruk, sesuatu yang positif ketika dimasuki nafsu akan berubah menjadi negatif, seperti tahta sesuatu yang positif, karena itu Allah memberikan
Tahta pada nabi Sulaiman dan nabi Daud untuk mengatur kemaslahatan manusia, tetapi ketika dihinggapi oleh nafsu. Maka tahta itu akan berubah menjadi monster pemangsa manusia.
Fir'aun adalah simbol nyata tahta yang didominasi oleh nafsu ammara dan lawwama.

Dalam prespektif alquran harta adalah hal yang positif disebut dalam
 Alquran sebagai
 ( فضل الله
anugerah Allah
dan juga  disebut sebagai ( الخير)
yaitu kebaikan ;
ان ترك خير الوصية..  tetapi ketika harta itu
 bercampur dg nafsu, maka harta itu akan berubah menjadi fitnah (اموالكم فتنه)
 dan bahkan menjadi sumber mala petaka dan kehancuran
 (  الهكم التكاثر)
Ketika nafsu mendominasi hati, maka hati akan berubah menjadi hati yang keras
 ( قلبهم قسوة  )
 atau menjadikan hati yang berpenyakit hati yang tertutup, sehingga tidak bisa menerima kebenaran dan nasihat.

Ketika nafsu masuk dalam akal pikiran, maka akan melahirkan berbagai penipuan dan rekayasa yang mencelakakan dan memadharatkan, ketika nafsu menempel di bibir, maka keluarlah kata2 makian,  fitnah dan nista serta adu domba.

Itulah dampak buruk akibat pengaru nafsu, dan ini menjadi sesuatu yanh sangat berat sebab nafsu itu sendiri bersemayam dalam diri kita dan tak bisa dihilangkan, karena bagian dari dimensi spritual kita sendiri dan tugas manusia adalah menundukkan nafsu, bukan menghilangkan nafsu, karena nafsu tak bisa dilenyapkan.

Namun kita patut bersyukur karena Allah telah mewajibkan ibadah puasa sebulan penuh di bulan ramadhan sebagai latihan pengendalian mafsu khususnya nafsu lawwamah dan ammara bissu'...

Semoga ibada puasa yang sedang kita jalani di bulan ramadhan ini benar2 menjadi proses pengendalian nafsu, sehingga nafsu menjadi tenang
 ( نفس المطمئن )
 yaitu kondisi nafsu yang stabil, yang membuat hidup lebih tenang dan nyaman dibawa naungan ridha Ilahi.... AMIIN

9 Ramadhan                       
[20:04, 6/4/2017] +62 856-5200-2990: Ceritanya bagus biarpun diulang-ulang...jd pengen share.

Suatu hari, Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu.
Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.

Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata :
"Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!"

"Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !".

Umar segera bangkit dan berkata :
"Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?"

Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata :
"Benar, wahai Amirul Mukminin."

"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tukas Umar.

Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya :

"Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."

"Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.

"Tegakkanlah had Allah atasnya!" timpal yang lain.

Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.

"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.

"Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayahmu", lanjut Umar.

"Maaf Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala,

"Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa".

Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.

Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata :
"Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah", ujarnya dengan tegas.

"Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash".

"Mana bisa begitu?", ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.

"Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?", tanya Umar.

"Sayangnya tidak ada, Amirul Mukminin".
"Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggung jawaban kaumku bersamaku?", pemuda lusuh balik bertanya kepada Umar.

"Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Umar.

"Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman", rajuknya.

Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar suara lantang :
"Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin".

Ternyata Salman al-Farisi yang berkata.

"Salman?" hardik Umar marah.
"Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini".

"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang.

Akhirnya dengan berat hati, Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.

Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.

Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.

Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatan
gan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.

Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.

Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.

”Itu dia!” teriak Umar.
“Dia datang menepati janjinya!”.

Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.

”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah,
“Tak kukira... urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”.
”Kupacu... tungganganku... tanpa henti, hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa... kutinggalkan... lalu aku berlari dari sana..”

”Demi Allah”, ujar Umar menenanginya dan memberinya minum,

“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.

”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi ksatria... menepati janji...” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.

Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya :
“Lalu kau, Salman, mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?"

Kemudian Salman menjawab :
" Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.

Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.

”Allahu Akbar!”, Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak.

“Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.

Semua orang tersentak kaget.

“Kalian...” ujar Umar.
“Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.

Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana :
”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.

”Allahu Akbar!” teriak hadirin.

Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.
MasyaAllah..., saya bangga menjadi muslim bersama kita ksatria-ksatria muslim yang memuliakan al islam dengan berbagi pesan nasehatnya untuk berada dijalan-Nya..
Allahu Akbar ... 😭😭😭

No comments:

Post a Comment